Rabu, 21 Maret 2012

Kewirausahaan Sosial

Kewirausahaan Sosial

Konsep kewirausahaan sosial, pada dasarnya adalah meminjam suatu konsep dari ekonomi mengenai “entrepreneurship” yang menekankan pada kreatifitas, inovatif, dan mempunyai keberlanjutan dalam menjalankan suatu bisnis. Demikian halnya dengan kewirausahaan sosial yang menanamkan nilai-nilai akan kretifitas, inovatif dan keberlanjutan, tetapi dalam tanda konteks bukan karena faktor bisnis, melainkan karena faktor sosial. Kewirausahaan sosial pada intinya adalah bukan untuk suatu keuntungan, melainkan demi merubah suatu masyarakat menjadi lebih baik lagi. Jadi poin pentingnya adalah faktor sosial.
Mereka mempunyai cara tersendiri untuk melakukan kewirausahaan tersebut. Dengan mengembangkan berbagai model-model kelembagaan yang ada, seorang kewirausahaan sosial mulai menerapkan strateginya demi menjalankan tujuannya untuk merubah masyarakat menjadi lebih baik. Model-model tersebut antara lain adalah leveraged non profit, Hybrid not-for-profits, dan social business.
Leveraged non profit adalah suatu model dimana seorang wiraushawan membentuk suatu kelembagaan non profit untuk membawa nilai-nilai dari inovasinya. Dengan begitulah dia memulai komitmennya kedalam ranah sosial, demi suatu perubahan masyarakat menjadi lebih baik. Sebagaimana halnya dengan lembaga privatisasi dan organisasi kemasyarakatan yang berwujud sebagai suatu relawan. 
Sumberdaya termasuk dana yang di dapatkan adalah bergantung dengan bantuan dari pihak luar dan donasi. Sumber dana tersebut dicoba untuk di alokasikan sehingga mempunyai daya nilai tambah bagi suatu kegiatan yang akan di adakan. Karena dengan dana yang berasal dari pihak luar, komitmen dari anggota yang ada di dalamnya menjadi suatu hal yang penting demi keberlangsungan kelembagaan ini. Komitmen dari para anggotanyalah yang membuat kelembagaan ini tetap dapat bertahan. Kebutuhan masyarakat (public good) yang mana masyarakat tersebut tidak dapat memenuhinya adalah menjadi kunci utama yang harus disediakan dari lembaga dengan model ini. Tentunya saja dengan inovasinya mencoba untuk memenuhi kebutuhan tersebut dengan jangka waktu yang berkelanjutan. Model ini lebih seperti sebuah pergerakan yang tergerak untuk membantu sesamanya yang mana membutuhkan suatu bantuan.
Model berikutnya adalah Hybrid not-for-profits, meskipun tidak mencari suatu keuntungan, model ini memasukan prinsip cost-recovery yaitu mencari balik modal dengan menjual jasa atau kebutuhan kepada institusi lain yang mana dengan balik modal ini akan menjadi suatu dana dari kegiatan sosial yang akan mereka lakukan. Balik modal disini dimaksudkan untuk membuat kelembagan dalam model ini terus dapat bertahan dan tidak terlalu bergantung dengan bantuan dana dari pihak luar. Dalam hal ini, wirausahawan melakukan kegiatan yang mana menghasilkan suatu prodit, tetapi profit tersebut tidak digunakan untuk kepentingannya, profit tersebut digunakan untuk memutar dana, sehingga digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang lainnya. Disini dapat dilihat bahwa kelembagaan ini mempunyai kemandiriannya untuk memperoleh dana demi tujan mulia mereka.
Proyek bisnis (ventures) Model 3 berbeda dengan Model 1 dan 2. Dilihat dari luar, model ini ditujukan untuk mencari profit, namun profit yang didapat digunakan untuk hal yang berbeda sama sekali dengan bisnis-bisnis pada umumnya. Karakteristik utama orang-orang dan wirausahawan yang menjalankan model ini adalah Wirausahawan membangun venture sebagai bisnis dengan misi yang spesifik, yaitu untuk menggerakan perubahan social dan lingkungan. Profit dihasilkan, namun tujuan utamanya bukanlah memaksimalkan keuntungan finansial pemegang saham, tetapi untuk membiayai kelompok-kelompok berpendapatan rendah dan menumbuhkan proyek bisnis social dengan reinvestasi, yang membuat bisnis tersebut mampu menjangkau dan melayani lebih banyak orang. Wirausahawan mencari investor yang tertarik dengan pengkombinasian finansial dan keuntungan social (social returns). Dalam hal ini wirausahawan juga mengambil untung dari kegiatan yang dia lakukan. Tetapi sebagaiamana yang telah dijelaskan bahwa tidak mengambil untung secara maksimal, karena keuntungan bukan tujuan utamanya. Keuntungan yang diambil pun juga harus berbanding lurus dengan keuntungan sosial yang didapatkan. Peluang keuntungan dan pengembangan bisnis secara signifikan dapat lebih besar, karena bisnis social lebih mudah mencapai keseimbangan dan meraih untung
. Menyeimbangkan antara misi social dan keberlanjutan finansial dapat menciptakan tekanan-tekanan tertentu. Wirausahawan harus melatih kemampuan kepemimpinannya, dan hal ini dapat menjadi tantangan tersendiri dibandingkan organisasi Leveraged dan Hybrid. Kelebihan dari model ini adalah bisnis social secara signifikan lebih mudah dipahami oleh pebisnis-pebisnis pada umumnya dan mudah membuat kerjasama dengan pihak lain. 
Institusi yang dibangun dengan pola social Enterpreneurship (SE) mempunyai ambiguitas yang mendasar. Ambigiutas itu berasal dari fungsinya yang nampak saling bertentangan, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi sosial. Karena SE secara ideal memenuhi fungsi keduanya, perpaduan antara kedua fungsi itu menjadi salah satu titik pembahasan pengembangan institusional SE. pertanyaannya, dari kedua fungsi itu, fungsi manakah yang harus menjadi prioritas?
Dalam tulisan ini ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan untuk membangun perpaduan antara kedua fungsi terebut, terutama berkaitan dengan faktor eksternal, yaitu hubungan dengan stakeholder, pengelolaan sumberdaya dan diperolehnya legitimasi. Sebagaimana organisasi lain, semua itu menuntut proses institusionalisasi yang sering tidak mudah. Tulisan tersebut mencoba memberi pertimbangan bagaimana seharusnya sebuah institusi SE memfungsikan diri dengan dikaitkan pada stake holder, pengelolaan sumberdaya dan legitimasi dari masyarakat/lingkungan sekitar.


Tujuan Ekonomi:
Memang usaha dibuat untuk mengejar keuntungan ekonomi. Namun dalam SE, jika keuntungan sosial hanya tujuan sekunder, bisa jadi dia hanya seperti usaha konvensional yang lain, bukan SE.

Tujuan Sosial
Tujuan utama SE adalah memaksimalkan kesejahteraan sosial tanpa mengabaikan sisi individual. Namun jika faktor pengejaran profit ditinggalkan, maka mungkin bukan SE yang terbentuk.
Fokus Ganda: dengan demikian, memang ada focus ganda dalam SE.

Sisi ekonomi dan sosial dari norma masyarakat bisa jadi sangat berpengaruh terhadap SE untuk bergerak karena ada kepentingan stake holder yang barangkali cenderung apda salah satunya. Dianjurkan agar SE disesuaikan dengan kondisi masyarakat yang memungkinkan SE bisa terus hidup.

Stakeholder
Yang dimaksud stakeholder dalam hal ini adalah kelompok/individu yang amat berpengaruh daln peranan yang besar baik dalam manajemen maupun praktik SE. stakeholder harusnya memahami konsep SE yang berfokus ganda. Konsep yang harus ditawarkan pada stakeholder adalah double bottom line, yaitu pengejaran tujuan sosial sekaligus memberdayakan semua potensi agar terus bertahan secara ekonomi agar mereka mampu menghidupi dirinya sendiri secra berkelanjutan.
Sedangkan, stakeholder eksternal seperti perusahaan lebih berfokus pada “pengorbanan` demi kewajiban sosial daripada ingin sekedar berusaha mencapai keuntungan ekonomis.

Kemahiran pengelolaan SUmberdaya
Para entrepreneur SE harus memnyesuaikan keputusan mereka dengan dukungan lingkungan. Privatisasi yang berupa pengalihan urusan pemerntahan ke perusahaan swasta menyulitkan SE untuk mendapatkan sumberdaya. Hal ini kemudian menjadi justifikasi bagi perusahaan swasta untuk menjalankan misi yang sama seperti yang dilakukan oleh SE.
Proposisinya adalah: ada hubungan positif antarakemampuan SE untuk mendapatkan modal imvestasi pribadi dan sumber daya `for-prifit` dengan pilihan organisasi yang akan diambil. Ada juga hubungan positif juga antara kemampuan SE untuk mengejar sumberdaya untuk tujuan charity dengan pilihan organisasi yang nonprofit.

Legitimasi
Yang dimaksud legitimasi dalam hal ini adalah legitimasi untuk penerimaan pasif dan partisipasi aktif. Ini penting untuk mendapatkan penerimaan dari masyarakat sehingga menjadi bagian dari norma dan `memperoleh izin` untuk melakukan urusannya. Bagi SE yang ingin hidup sangat lama, maka hal ini juga harus ditambah dengan partisipasi dari masyarakat sekitar.
Proposisinya adalah: legitimasi informal (seperti konformitas terhadap norma sosial yang berlaku) tujuan ekonomi SE (di atas misi sosial) akan punya hubungan positif dengan pilihan untuk mengambil bentuk for profit
Sedangkan legitimasi informal untuk misi sosial SE (di atas misi ekonomi) akan punya hubungan posistif dengan pilihan untuk mengambil bentuk organisasi yang non-profit. Terakhir, legitimasi informal untuk misi sosial SE (di atas tujuan ekonomi) punya hubugan positif dengan pilihan untuk mengorganisasikan se dalam bentuk non-profit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Semoga Sukses